Dia bukanlah bayangan..
Dia adalah refleksi dari sebuah bayangan..
Dia bukanlah kegelapan..
Kegelapanlah yang menciptakannya..
Dia yang berada di sana..
Sedang menunggu..
Menunggu seseorang menyebut namanya..
Bloody Mary
Bloody Mary
Bloody Mary
.
.
.
Title : Bloody Mary
Genre : Horror
Rate : 15+
Main Cast : B2ST’s Hyunseung
Seandainya pagi itu ia tidak menemukan Ibunya yang tergeletak di Kamar
Mandi dengan kedua bola matanya yang hilang, hingga sekarang…ia tidak akan
percaya tentang adanya Mary Worth.
Jang
Hyunseung, begitulah orang-orang memanggil namanya. Laki-laki yang selalu
murung, begitulah juga orang-orang menyebutnya. Tidak ada yang tahu kenapa anak
laki-laki dari keluarga Jang itu menjadi seperti saat ini. Dia tidak pernah
berbicara, diam dan tatapannya selalu menatap kosong ke depan. Tidak ada yang
tahu, kecuali dirinya sendiri.
Hyunseung
telah lama tinggal dengan keluarganya yang terlalu percaya dengan mitos dan
legenda. Jika anak-anak yang lain selalu diceritakan kisah-kisah indah pangeran
dan putri, anak-anak keluarga Jang selalu diceritakan berbagai macam mitos dan
legenda.
Mungkin,
keluarganya tahu apa yang terjadi pada Ibunya hari itu. Hyunseung yang baru
berumur Tigabelas tahun saat itu, sudah terlalu mengerti tentang apa yang
terjadi pada Ibunya. Bahkan jika para dokter hanya dapat memprediksi mungkin
itu hanya stroke, Hyunseung tahu, ibunya telah mengucapkan dua kata terkutuk
itu selama tiga kali.
…
Dia adalah gadis yang cantik,
Jika kau melihat bulan, kau akan teringat dengan senyumnya..
Jika kau melihat bunga nan indah, kau akan teringat dengan wajah
manisnya,
Jika kau melihat matahari, kau akan teringat dengan kelembutan
hatinya..
Dia..
Mary Worth
Hyunseung
bahkan selalu ingat dengan kalimat pembuka cerita itu. Bahkan cerita
selanjutnya. Dia bukanlah tipe orang yang mudah mengingat. Tapi cerita panjang
memilukan itu selalu melekat di otaknya, dimana
setiap menitnya selalu berputar secara otomatis pada otaknya.
“Oppa..kau
sudah pulang?” Jang Geurim tersenyum melihat kakaknya sudah pulang. Perempuan
itu setidaknya selalu tersenyum, walaupun senyumnya tak seindah dulu.
“Mau
pergi ke mana?”
“Aku
mendengar malam ini, listrik seluruh kota akan dipadamkan. Oppa, aku mau pergi
membeli lilin.”
“Baiklah.”
Geurim melambaikan tangannya ke arah Hyunseung.
Pintu
bewarna coklat itu tertutup beberapa detik kemudian. Menyisakan kesunyian.
Hyunseung merebahkan pantatnya pada sofa bewarna merah marun itu. Mengusap
wajahnya yang penuh dengan gurat-gurat kelelahan.
…
Banyak orang yang cemburu dengan kecantikan Mary..
Mary tidak tahu kecantikannya membawa petaka..
Suatu malam ia mengalami kecelakaan..
Kecelakaan yang disebabkan oleh kedengkian..
Lalu
suara indah itu kembali bergema pada telinganya, suara ibunya saat sedang menceritakan
cerita memilukan itu. Saat angin menyelinap masuk dan menusuk tulang-tulangnya,
Hyunseung cepat melangkah menuju Jendela yang terbuka.
Matanya
tertuju pada hujan yang tiba-tiba turun. Menatap pada tembok-tembok rumah
tetangganya. Setahunya listrik belum juga dipadamkan, tetapi kenapa hari ini
sungguh gelap? Bulu kuduknya meremang.
Hujan tiba-tiba
turun dengan deras, membuat angin bertiup kencang. Dengan cepat ia menutup
jendela. Dia tidak takut dengan hujan di malam hari. Dia hanya benci dingin,
dia benci hujan, dan juga dengan gelap…
Karena kegelapanlah yang menciptakannya…
…
Kecelakaan itu..
Menghilangkan sesuatu yang selalu menjadi pujaan Mary Worth.
Mary kehilangan wajah cantiknya…
Kembali,
suara ibunya menggema bercampur hujan yang turun di luar sana. Menghidupkan
televisinya, mencoba mengenyahkan kesunyian.
Bukan
namanya Hyunseung jika ia tetap diam dan menghiraukan suara yang berada
disekitarnya. Bahkan saat orang-orang berbicara padanya, terkadang ia
mengabaikannya, apalagi televisi?
Hujan
tetap turun dengan deras. Lampu ruang tamunya sudah beberapa kali mati lalu
hidup kembali, berkalap-kelip bagaikan lampu disko. Hyunseung mencoba bernafas,
namun sesak terasa di dalam dadanya. Dia merasakan sesuatu yang buruk, sangat
buruk. Oh Tuhan, kenapa Geurim belum pulang juga? Pikirnya.
…
Mary Worth bingung..
Semua orang menjahuinya..
Ia tidak tahu mengapa,
Apa karena wajahnya?
Bagaimana bisa ia melihat wajahnya?
Jika kedua orangtuanya melarang Mary untuk bercermin…
Hari
itu adalah hari paling basah yang pernah Hyunseung rasakan dalam hidupnya. Tidak
lupa juga, itu adalah hari terbasah dan tergelap dalam hidupnya.
Pada
hari biasa, Hyunseung akan menemukan Ibunya yang sedang bernyanyi sembari
menyiapkan sarapan di dapur. Tapi hari itu bukanlah hari biasa, Hyunseung tidak
menemukan Ibunya di dapur, di kamarnya, di ruang tengah, Ibunya tidak
ada—menghilang.
Hingga
teriakan adik perempuannya membuat Hyunseung kembali berlari, ke kamar Ibunya,
Geurim berteriak tepat di depan pintu kamar mandi ibunya, Hyunseung melihat Ibunya
sudah tergeletak.
Hyunseung
baru tiga belas tahun saat itu, apalagi adiknya yang tiga tahun lebih muda dari
pada dirinya—mereka harus melihat Ibu mereka tergeletak tak bernyawa. Hyunseung
juga hampir memekik tatkala melihat wajah Ibunya, mata Ibunya yang
menghilang—lebih terlihat seperti meleleh, wajahnya yang penuh cakaran—penuh
siksa.
…
Mary terdiam..
Semua orang menjauhinya..
Ayah dan Ibunya juga..
Sekarang ia sendiri..
Melewati malam-malam yang dingin dan gelap..
Hujan
sudah mulai mereda, Hyunseung bangkit dari sofa, mematikan televisi lalu
berjalan menuju kamarnya. Geurim belum juga pulang, mungkin ia terjebak hujan,
gumam Hyunseung pelan. Mengenyahkan pikirian-pikiran buruknya.
Hyunseung
berjalan menuju kamar mandinya—bermaksud membasuh wajahnya. Nafasnya tercekat
tatkala lampu neon putihnya meredup dan akhirnya mati. Benar kata Geurim,
listrik kota dipadamkan hari ini.
Dengan
mengandalkan indra perabanya, Hyunseung mencoba mencari lilin yang mungkin saja
masih tersisa pada lemari kamar mandinya. Menghembuskan nafasnya lega tatkala
menemukan sesuatu yang ia cari sedari tadi. Lalu menghidupkannya dan
memasangkannya pada sebuah tempat lilin.
Seketika
Hyunseung terpaku menatap pantulan dirinya. Bukan main rasa kagetnya, tidak,
ini bukan rasa takut yang hyunseung rasakan. Hanya kaget. Bulu kuduknya
meremang, bibirnya bergetar. Rongga dadanya terasa ditekan secara paksa.
Apakah
akal sehat akan mengalahkan perasaan gejolak dalam hatinya?
…
Suatu malam Mary berjalan menuju kamar mandinya..
Dengan sebatang lilin pada tangan kanannya..
Penasaran bagaimana rupanya..
Hyunseung
melangkah mundur, meletakkan lilin itu pada wastafel depannya. Ia masih ingat
dengan sepenggal bagian itu. Salah satu ritual memanggil Mary Worth. Hyunseung dengan
tidak sengaja melaksanakannya—berdiri di depan kamar mandi dengan sebatang
lilin.
Dia
bukan seperti keluarga Jang yang lain, yang pecaya tentang mitos dan legenda.
Dia berbeda, tapi sesuatu dalam hatinya juga bergejolak. Lalu siapa yang membunuh Ibunya? Menggelengkan kepalanya cepat.
Mencoba melawan kata hatinya dengan akal sehat yang masih ia miliki.
“Oppa!!”
samar-samar Hyunseung mendengar teriakan Geurim yang memanggil namanya. “Oppa!
Kau dimana!!”
Bukannya
membalas sahutan Geurim, Hyunseung malah mendekat kembali pada cermin di
depannya. Membuktikan sesuatu yang sejak dulu ia pendam..
…
Mary terkejut, kemudian menangis.
Dia tidak pernah menyangka..
Melempar lilin yang dipegangnya pada cermin..
Pecahan kaca terlempar kemana-mana..
Teriakan
Tangisan
Makian
Menggema lalu menghilang tiba-tiba..
“Oppa!!
Kau berada di dalam bukan?? Oppa, apa yang terjadi?” Geurim mengetuk pintu
kamar mandi dengan keras. Namun Hyunseung mengacuhkannya. Dia hanya ingin membuktikan
sesuatu. Sekali ini saja, lalu jika benar, itu sudah takdirnya.
Hyunseung
mengambil kembali lilinnya, kembali menatap kedepan—menatap pantulan dirinya.
Bibirnya terbuka, antara ingin dan enggan. Menghembuskan nafasnya pelan. Angin
tiba-tiba berhembus membuat bulu kuduknya meremang, bagaimana bisa angin masuk
padahal tidak ada jendela satu pun di kamar mandinya?
“Oppa..kenapa
kau mengunci pintunya?!” teriak Geurim, seperti sadar ada yang tidak beres
dengan kakak laki-lakinya.
Tidak
ada yang mengunci pintu, bahkan Hyunseung tidak menutup pintunya tadi.
Bagaimana bisa tertutup dan terkunci?
Hyunseung
menghembuskan nafasnya lagi, entah sudah keberapa kalinya. Namun keputusannya
sudah bulat. Setidaknya ia tidak akan mati penasaran apa yang terjadi dengan
Ibunya hari itu.
“Oppa!!”
Benar,
keputusannya memang sudah bulat. Dia
sudah maju dan malas untuk mundur. Sadar
akan tangannya yang sudah berkeringat sejak tadi, jantungnya yang sudah
berdetak tak normal, Hyunseung tersenyum samar. Jika ini adalah kematiannya, ia
sudah siap..
“Bloody Mary..” ucap Hyunseung.
“Oppa..apa
yang kau lakukan!!” Geurim mendengar apa yang Hyunseung lakukan, mencoba
mengetuk pintu kamar mandi lebih kencang, berusaha menghentikan Hyunseung.
“Bloody Mary…” Satu kata lagi, dan semua
telah usai.
“Oppa…Oppa!!”
“Bloody Mary”
“OPPPAAAAAA!!!”
…
Tidak ada yang tahu akan hari itu..
Akan menghilangnya Mary Worth
Tapi penduduk kota percaya..
Mary Worth..
Dia tidak menghilang, tidak juga mati
Dia terperangkap pada kaca..
Selamanya…
.
.
.
.
Namaku Mary Worth,
Mereka dulu memujiku, memujaku
Lalu mereka pergi, menganggapku bagaikan sampah..
Apa yang aku lakukan?
Aku membalas pada mereka yang membuangku..
Pada mereka yang tak mau lagi menatapku..
Pada mereka yang mengejekku..
Mengolok-olokku..
.
.
Hyunseung
membuka matanya, tak ada yang terjadi padanya. Dia tertawa kecil. Bagaimana
bisa ia percaya dengan dongeng anak kecil seperti itu? Mary Worth tidak ada, ia
hanya legenda untuk tidak bermain lilin di kamar mandi, seharusnya Hyunseung
tahu tentang itu.
Lalu
ia berbalik, mencoba membuka pintu kamar mandinya. Terkunci. Seakan ingat
dengan keganjalan yang satu ini. Siapa yang menguncinya… Oh Tuhan
“Oppa!!
Kau di dalam?? Oppa!!” Geurim kembali berteriak sedangkan Hyunseung hanya
berdiri kaku. Kembali menatap cermin yang berada di belakangnya.
Dia
berteriak, tapi tak ada suara yang keluar. Tepat di depannya, bayangan
tubuhnya… matanya berdarah. Nyeri juga ia rasakan pada kepalanya. A-apa yang terjadi? Pikirnya..
“Oppa!!
Kenapa kau tidak menjawabku..!! Oppaa!!”
Hyunseung
berdiri kaku. Sekarang sudut matanya menatap dia. Sesosok perempuan dengan
pakaian penuh darah dan sobekan. Wajahnya yang tertutup rambut yang terurai
tidak rapi. Tapi Hyunseung tahu pasti, wajah perempuan itu terkoyak, matanya
hitam bercampur merah darah. Daging pipinya mengelupas.. bau anyir semerbak
pada indra penciumannya.
Kepalanya
sakit bagaikan ditusuk jarum, penglihatannya murai buram. Bau anyir itu semakin
mendekat. Dia tahu, Geurim berteriak sejak tadi, tapi sekarang ia malah tidak
dapat mendengar apapun kecuali detak jantungnya yang bergemuruh.
Hingga
ia merasakan jemari-jemari kasar itu menyentuh kulit lehernya. Kukunya yang
tajam menembus kulit lehernya. Lalu mencakar wajahnya. Perih sakit.
Ibu apakah ini
yang kau rasakan saat itu?
Aku tidak menyakiti kalian..
Aku hanya datang dan mampir sebentar..
Mencari teman agar aku tak kesepian..
Jangan menyalahkanku..
Itu bukan salahku..
Karena kalian yang memanggilku..
.
.
.
Bloody Mary
Bloody Mary
Bloody Mary
THE END
Holllaaaaa~~~ Iga is Back!! Dengan semua typo bertebaran akhirnya saya
bisa menyelesaikan semua dengan hidup (?) ehh.. Diambil dari salah satu mitos
terkenal di Amerika, Bloody Mary akhirnya Fanfiction ini tercipta.
Enggak terlalu horror sih. Karena notabenya saya juga penakut. Hahahah
:D Tapi lumayanlah saya beranikan diri, mencoba genre baru :3
Don’t be a silent readers! I
hate it!!
Helloimiga
June 29th,
2013
1 komentar:
keren.. walau ceritanya menegangkan dan bikin deg2n hehe semangat terus ya nulisnya. salam kenal :D
Posting Komentar