Sabtu, 29 Juni 2013

[Oneshoot] Bloody Mary



 
Dia bukanlah bayangan..
Dia adalah refleksi dari sebuah bayangan..
Dia bukanlah kegelapan..
Kegelapanlah yang menciptakannya..

Dia yang berada di sana..
Sedang menunggu..

Menunggu seseorang menyebut namanya..

Bloody Mary
Bloody Mary
Bloody Mary
.
.
.

Title : Bloody Mary
Genre : Horror
Rate : 15+
Main Cast : B2ST’s Hyunseung

Seandainya pagi itu ia tidak menemukan Ibunya yang tergeletak di Kamar Mandi dengan kedua bola matanya yang hilang, hingga sekarang…ia tidak akan percaya tentang adanya Mary Worth.

                Jang Hyunseung, begitulah orang-orang memanggil namanya. Laki-laki yang selalu murung, begitulah juga orang-orang menyebutnya. Tidak ada yang tahu kenapa anak laki-laki dari keluarga Jang itu menjadi seperti saat ini. Dia tidak pernah berbicara, diam dan tatapannya selalu menatap kosong ke depan. Tidak ada yang tahu, kecuali dirinya sendiri.
                Hyunseung telah lama tinggal dengan keluarganya yang terlalu percaya dengan mitos dan legenda. Jika anak-anak yang lain selalu diceritakan kisah-kisah indah pangeran dan putri, anak-anak keluarga Jang selalu diceritakan berbagai macam mitos dan legenda.
                Mungkin, keluarganya tahu apa yang terjadi pada Ibunya hari itu. Hyunseung yang baru berumur Tigabelas tahun saat itu, sudah terlalu mengerti tentang apa yang terjadi pada Ibunya. Bahkan jika para dokter hanya dapat memprediksi mungkin itu hanya stroke, Hyunseung tahu, ibunya telah mengucapkan dua kata terkutuk itu selama tiga kali.

Dia adalah gadis yang cantik,
Jika kau melihat bulan, kau akan teringat dengan senyumnya..
Jika kau melihat bunga nan indah, kau akan teringat dengan wajah manisnya,
Jika kau melihat matahari, kau akan teringat dengan kelembutan hatinya..
Dia..
Mary Worth

                Hyunseung bahkan selalu ingat dengan kalimat pembuka cerita itu. Bahkan cerita selanjutnya. Dia bukanlah tipe orang yang mudah mengingat. Tapi cerita panjang memilukan itu selalu melekat di otaknya, dimana  setiap menitnya selalu berputar secara otomatis pada otaknya.
                “Oppa..kau sudah pulang?” Jang Geurim tersenyum melihat kakaknya sudah pulang. Perempuan itu setidaknya selalu tersenyum, walaupun senyumnya tak seindah dulu.
                “Mau pergi ke mana?”
                “Aku mendengar malam ini, listrik seluruh kota akan dipadamkan. Oppa, aku mau pergi membeli lilin.”
                “Baiklah.” Geurim melambaikan tangannya ke arah Hyunseung.

                Pintu bewarna coklat itu tertutup beberapa detik kemudian. Menyisakan kesunyian. Hyunseung merebahkan pantatnya pada sofa bewarna merah marun itu. Mengusap wajahnya yang penuh dengan gurat-gurat kelelahan.

Banyak orang yang cemburu dengan kecantikan Mary..
Mary tidak tahu kecantikannya membawa petaka..
Suatu malam ia mengalami kecelakaan..
Kecelakaan yang disebabkan oleh kedengkian..

                Lalu suara indah itu kembali bergema pada telinganya, suara ibunya saat sedang menceritakan cerita memilukan itu. Saat angin menyelinap masuk dan menusuk tulang-tulangnya, Hyunseung cepat melangkah menuju Jendela yang terbuka.
                Matanya tertuju pada hujan yang tiba-tiba turun. Menatap pada tembok-tembok rumah tetangganya. Setahunya listrik belum juga dipadamkan, tetapi kenapa hari ini sungguh gelap? Bulu kuduknya meremang.
Hujan tiba-tiba turun dengan deras, membuat angin bertiup kencang. Dengan cepat ia menutup jendela. Dia tidak takut dengan hujan di malam hari. Dia hanya benci dingin, dia benci hujan, dan juga dengan gelap…
Karena kegelapanlah yang menciptakannya…

Kecelakaan itu..
Menghilangkan sesuatu yang selalu menjadi pujaan Mary Worth.
Mary kehilangan wajah cantiknya…

                Kembali, suara ibunya menggema bercampur hujan yang turun di luar sana. Menghidupkan televisinya, mencoba mengenyahkan kesunyian.
                Bukan namanya Hyunseung jika ia tetap diam dan menghiraukan suara yang berada disekitarnya. Bahkan saat orang-orang berbicara padanya, terkadang ia mengabaikannya, apalagi televisi?
                Hujan tetap turun dengan deras. Lampu ruang tamunya sudah beberapa kali mati lalu hidup kembali, berkalap-kelip bagaikan lampu disko. Hyunseung mencoba bernafas, namun sesak terasa di dalam dadanya. Dia merasakan sesuatu yang buruk, sangat buruk. Oh Tuhan, kenapa Geurim belum pulang juga? Pikirnya.

Mary Worth bingung..
Semua orang menjahuinya..
Ia tidak tahu mengapa,
Apa karena wajahnya?
Bagaimana bisa ia melihat wajahnya?
Jika kedua orangtuanya melarang Mary untuk bercermin…

                Hari itu adalah hari paling basah yang pernah Hyunseung rasakan dalam hidupnya. Tidak lupa juga, itu adalah hari terbasah dan tergelap dalam hidupnya.
                Pada hari biasa, Hyunseung akan menemukan Ibunya yang sedang bernyanyi sembari menyiapkan sarapan di dapur. Tapi hari itu bukanlah hari biasa, Hyunseung tidak menemukan Ibunya di dapur, di kamarnya, di ruang tengah, Ibunya tidak ada—menghilang.
                Hingga teriakan adik perempuannya membuat Hyunseung kembali berlari, ke kamar Ibunya, Geurim berteriak tepat di depan pintu kamar mandi ibunya, Hyunseung melihat Ibunya sudah tergeletak.
                Hyunseung baru tiga belas tahun saat itu, apalagi adiknya yang tiga tahun lebih muda dari pada dirinya—mereka harus melihat Ibu mereka tergeletak tak bernyawa. Hyunseung juga hampir memekik tatkala melihat wajah Ibunya, mata Ibunya yang menghilang—lebih terlihat seperti meleleh, wajahnya yang penuh cakaran—penuh siksa.

Mary terdiam..
Semua orang menjauhinya..
Ayah dan Ibunya juga..
Sekarang ia sendiri..
Melewati malam-malam yang dingin dan gelap..

                Hujan sudah mulai mereda, Hyunseung bangkit dari sofa, mematikan televisi lalu berjalan menuju kamarnya. Geurim belum juga pulang, mungkin ia terjebak hujan, gumam Hyunseung pelan. Mengenyahkan pikirian-pikiran buruknya.
                Hyunseung berjalan menuju kamar mandinya—bermaksud membasuh wajahnya. Nafasnya tercekat tatkala lampu neon putihnya meredup dan akhirnya mati. Benar kata Geurim, listrik kota dipadamkan hari ini.
                Dengan mengandalkan indra perabanya, Hyunseung mencoba mencari lilin yang mungkin saja masih tersisa pada lemari kamar mandinya. Menghembuskan nafasnya lega tatkala menemukan sesuatu yang ia cari sedari tadi. Lalu menghidupkannya dan memasangkannya pada sebuah tempat lilin.
                Seketika Hyunseung terpaku menatap pantulan dirinya. Bukan main rasa kagetnya, tidak, ini bukan rasa takut yang hyunseung rasakan. Hanya kaget. Bulu kuduknya meremang, bibirnya bergetar. Rongga dadanya terasa ditekan secara paksa.
                Apakah akal sehat akan mengalahkan perasaan gejolak dalam hatinya?

Suatu malam Mary berjalan menuju kamar mandinya..
Dengan sebatang lilin pada tangan kanannya..
Penasaran bagaimana rupanya..

                Hyunseung melangkah mundur, meletakkan lilin itu pada wastafel depannya. Ia masih ingat dengan sepenggal bagian itu. Salah satu ritual memanggil Mary Worth. Hyunseung dengan tidak sengaja melaksanakannya—berdiri di depan kamar mandi dengan sebatang lilin.
                Dia bukan seperti keluarga Jang yang lain, yang pecaya tentang mitos dan legenda. Dia berbeda, tapi sesuatu dalam hatinya juga bergejolak. Lalu siapa yang membunuh Ibunya? Menggelengkan kepalanya cepat. Mencoba melawan kata hatinya dengan akal sehat yang masih ia miliki.
                “Oppa!!” samar-samar Hyunseung mendengar teriakan Geurim yang memanggil namanya. “Oppa! Kau dimana!!”
                Bukannya membalas sahutan Geurim, Hyunseung malah mendekat kembali pada cermin di depannya. Membuktikan sesuatu yang sejak dulu ia pendam..


Mary terkejut, kemudian menangis.
Dia tidak pernah menyangka..
Melempar lilin yang dipegangnya pada cermin..
Pecahan kaca terlempar kemana-mana..
Teriakan
Tangisan
Makian
Menggema lalu menghilang tiba-tiba..

                “Oppa!! Kau berada di dalam bukan?? Oppa, apa yang terjadi?” Geurim mengetuk pintu kamar mandi dengan keras. Namun Hyunseung mengacuhkannya. Dia hanya ingin membuktikan sesuatu. Sekali ini saja, lalu jika benar, itu sudah takdirnya.
                Hyunseung mengambil kembali lilinnya, kembali menatap kedepan—menatap pantulan dirinya. Bibirnya terbuka, antara ingin dan enggan. Menghembuskan nafasnya pelan. Angin tiba-tiba berhembus membuat bulu kuduknya meremang, bagaimana bisa angin masuk padahal tidak ada jendela satu pun di kamar mandinya?
                “Oppa..kenapa kau mengunci pintunya?!” teriak Geurim, seperti sadar ada yang tidak beres dengan kakak laki-lakinya.
                Tidak ada yang mengunci pintu, bahkan Hyunseung tidak menutup pintunya tadi. Bagaimana bisa tertutup dan terkunci?
                Hyunseung menghembuskan nafasnya lagi, entah sudah keberapa kalinya. Namun keputusannya sudah bulat. Setidaknya ia tidak akan mati penasaran apa yang terjadi dengan Ibunya hari itu.
                “Oppa!!”
Benar, keputusannya memang  sudah bulat. Dia sudah maju dan malas untuk mundur.  Sadar akan tangannya yang sudah berkeringat sejak tadi, jantungnya yang sudah berdetak tak normal, Hyunseung tersenyum samar. Jika ini adalah kematiannya, ia sudah siap..
                Bloody Mary..” ucap Hyunseung.
“Oppa..apa yang kau lakukan!!” Geurim mendengar apa yang Hyunseung lakukan, mencoba mengetuk pintu kamar mandi lebih kencang, berusaha menghentikan Hyunseung.
Bloody Mary…” Satu kata lagi, dan semua telah usai.
“Oppa…Oppa!!”
“Bloody Mary”
                “OPPPAAAAAA!!!”

Tidak ada yang tahu akan hari itu..
Akan menghilangnya Mary Worth
Tapi penduduk kota percaya..
Mary Worth..
Dia tidak menghilang, tidak juga mati
Dia terperangkap pada kaca..
Selamanya…
.
.
.
.
Namaku Mary Worth,
Mereka dulu memujiku, memujaku
Lalu mereka pergi, menganggapku bagaikan sampah..
Apa yang aku lakukan?

Aku membalas pada mereka yang membuangku..
Pada mereka yang tak mau lagi menatapku..
Pada mereka yang mengejekku..
Mengolok-olokku..
.
.
                Hyunseung membuka matanya, tak ada yang terjadi padanya. Dia tertawa kecil. Bagaimana bisa ia percaya dengan dongeng anak kecil seperti itu? Mary Worth tidak ada, ia hanya legenda untuk tidak bermain lilin di kamar mandi, seharusnya Hyunseung tahu tentang itu.
                Lalu ia berbalik, mencoba membuka pintu kamar mandinya. Terkunci. Seakan ingat dengan keganjalan yang satu ini. Siapa yang menguncinya… Oh Tuhan
                “Oppa!! Kau di dalam?? Oppa!!” Geurim kembali berteriak sedangkan Hyunseung hanya berdiri kaku. Kembali menatap cermin yang berada di belakangnya.
                Dia berteriak, tapi tak ada suara yang keluar. Tepat di depannya, bayangan tubuhnya… matanya berdarah. Nyeri juga ia rasakan pada kepalanya. A-apa yang terjadi? Pikirnya..
                “Oppa!! Kenapa kau tidak menjawabku..!! Oppaa!!”
                Hyunseung berdiri kaku. Sekarang sudut matanya menatap dia. Sesosok perempuan dengan pakaian penuh darah dan sobekan. Wajahnya yang tertutup rambut yang terurai tidak rapi. Tapi Hyunseung tahu pasti, wajah perempuan itu terkoyak, matanya hitam bercampur merah darah. Daging pipinya mengelupas.. bau anyir semerbak pada indra penciumannya.
                Kepalanya sakit bagaikan ditusuk jarum, penglihatannya murai buram. Bau anyir itu semakin mendekat. Dia tahu, Geurim berteriak sejak tadi, tapi sekarang ia malah tidak dapat mendengar apapun kecuali detak jantungnya yang bergemuruh.
                Hingga ia merasakan jemari-jemari kasar itu menyentuh kulit lehernya. Kukunya yang tajam menembus kulit lehernya. Lalu mencakar wajahnya. Perih sakit.
                Ibu apakah ini yang kau rasakan saat itu?

Aku tidak menyakiti kalian..
Aku hanya datang dan mampir sebentar..
Mencari teman agar aku tak kesepian..
Jangan menyalahkanku..
Itu bukan salahku..
Karena kalian yang memanggilku..
.
.
.
Bloody Mary
Bloody Mary
Bloody Mary

THE END

Holllaaaaa~~~ Iga is Back!! Dengan semua typo bertebaran akhirnya saya bisa menyelesaikan semua dengan hidup (?) ehh.. Diambil dari salah satu mitos terkenal di Amerika, Bloody Mary akhirnya Fanfiction ini tercipta.
Enggak terlalu horror sih. Karena notabenya saya juga penakut. Hahahah :D Tapi lumayanlah saya beranikan diri, mencoba genre baru :3
Don’t be a  silent readers! I hate it!!

Helloimiga
June 29th, 2013

1 komentar:

shalsa amalia mengatakan...

keren.. walau ceritanya menegangkan dan bikin deg2n hehe semangat terus ya nulisnya. salam kenal :D

Posting Komentar